Kamis, 14 Maret 2013

Menjadi seorang biolog itu sangat panjang prosesnya. Apalagi seketika ia dinasibkan sebagai orang yg harus berkutat dalam dunia biologi padahal ia tak menginginkannya. Tentu terasa lebih berat daripada orang yang memang daridulu menyukai bidang ini. Tapi banyak sekali hal-hal yang tak terduga ketika seseorang berusaha dalam menggeluti bidang yang tidak disukai ini. Teramat lebih hebat bukan?
Menjadi seorang biolog atau ilmuwan tidak seperti menjadi politikus. Bedanya kalo ilmuwan itu biasanya tidak banyak bicara *wow masa iya sih?*. Sedangkan seorang politikus sedikit-sedikit harus bicara walaupun berbohong tidak apa-apa *ups*. Makanya banyak orang bilang kalo ilmuwan itu boleh salah tapi gak boleh bohong. Nah kalo politikus itu boleh bohong, tapi gak boleh salah. Apa iya ya kaya gitu? Coba aja perhatiin deh! *nguik2*

Senin, 11 Februari 2013

Ya Allah ya Tuhanku,,,
Amat terasa berat yang kini ku rasakan setelah ditinggalkan oleh ayahanda tercinta untuk selama-lamanya. Terlebihnya ibuku yang setiap hari bahkan setiap waktu menangis atas kepergiannya. Sungguh hal ini membuat kami sangat sedih. Dua puluh tahun lamanya aku mengenal sosok alm. ayahanda tercinta, sungguh kami sangat bangga padanya. Sosok seorang ayah yang begitu sabar dan tangguh. Kami bangga memiliki ayah yang begitu bertanggung jawab dan sangat menyayangi istri dan anak-anaknya. Ayahanda tidak banyak bicara, namun ia sangat berwibawa. Ayahanda tidak pernah putus asa dalam mendidik istri dan anak-anaknya. Meskipun seringkali kami membantah apa yang ia nasehatkan kepada kami, ia tetap sabar menghadapinya tanpa amarah sedikitpun. Bahkan saat ia merasa sakit, tak sedikitpun mengeluh atas apa yang ia rasakan, ayahanda selalu tegar.

Senin, 03 September 2012

Semester III siap tempur!

Alhamdulillaahi Robbil 'aalamiin... tidak terasa aku udah memulai kuliah di semester 3 Biologi. Sungguh ini menjadi suatu kesyukuran yang sangat besar. Aku mulai mencanangkan beberapa target yang harus aku capai saat ini. Terutama dalam bidang keagamaan dan akademik. Semakin aku dewasa semakin aku berpikir mengenai apa yang akan aku hadapi hari esok. Aku tidak mau mengecewakan kedua orangtuaku dan keluarga. Tidak seharusnya aku kembali menyalahkan pilihanku saat ini untuk kuliah. Yang seharusnya dilakukan adalah menjalankan

Minggu, 17 Juni 2012

Surat Kecil untukmu

video: Surat untuk Calon Suamiku 

        Menikah bukan hanya suatu kegiatan spiritual untuk menyatukan dua kepala, dua hati, dan dua pemikiran. 

        Lebih dari itu, segala hal yang mungkin tidak kita ketahui selama menjalin hubungan akan terungkap dalam suatu biduk yang bernama pernikahan. 

       Kelebihan dan kekurangan, berbagi tawa  maupun tangisan, bahkan segala emosi yang tidak pernah tampak pada saat sebelum menikah bisa saja muncul setelah pernikahan. 

       Menikah bukan hanya mencari teman selama hidup di dunia, namun juga teman di akhirat. Disinilah mulai ada pembagian antara  hak dan kewajiban seorang suami dan istri. 

       Suami berusaha dalam memberi nafkah lahir dan batin untuk keluarganya dan seorang istri berperan sebagai sumber kebahagiaan bagi suaminya.

Allah SWT berfirman : 

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21)


Implementasi Isra’ Mi’raj dalam Lingkup Akademisi



   Bismillaahirrohmaanirrohiim, Assalaamu’alaikum warohmatullaah wabarokaatuh.
       Panjatkanku syukur atas segala nikmat-Mu Ilahi Robbi, hingga saat ini ku nikmati semua yang Kau beri. Nikmat sehat rohani dan jasmani, nikmat Iman dan islam, Ibu dan ayah yang mencintai, saudara yang mengasihi, keluarga yang menyayangi, teman-teman yang memotivasi, dan masih banyak lagi hal lainnya dari semua itu. Sungguh, nikmat-Mu tak dapat terhitung "Min Haitsu Laa Yahtasib".

       Teringat dulu sewaktu saya masih sekolah di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA), kepala sekolah meminta saya untuk berpidato menyampaikan point-point penting mengenai Isra’ Mi’raj. Tentunya pada waktu itu saya masih sangat polos dan agak pemberani menyampaikan pidato dengan modal hapalan teks 2 lembar folio.
       
              Saya menyampaikan apa yang saya ingat pada teks tersebut. Karena memang dulu didikan guru MDA saya seperti itu, setiap tahun kami diberikan teks pidato mengenai ajaran Islam dari mulai rukun Sholat, rukun Iman, dan sebagainya. 
          
            Pidato disampaikan ketika acara kenaikan kelas dari mulai nol kecil sampai kelas VIB, ya sekitar 8 tahunan yang sifatya wajib. Dengan tradisi seperti ini kami menjadi lebih berani dalam berbicara di depan teman-teman, kakak kelas, guru, orangtua murid, dan para penonton lainnya sampai para penjual makanan di pinggir jalan. 


          Karena memang acara dilaksanakan di tempat terbuka dengan panggung yang lumayan bagus dalam waktu 7 hari atau seminggu pada setiap malam. Dan setiap kali acara kenaikan kelas selalu ada penilaian dari dewan juri, dan Alhamdulillah saya selalu menang juara 1, 2, atau 3.

              Alhamdulillah dengan hidayah dan maghfiroh Allah SWT saya terlahir dari keluarga yang cukup mengenal agama Islam dengan baik dan didikan yang baik pula. Sehingga saya mampu sedikitnya memaknai dan memahami ajaran Islam yang dibawa dan diajarkan oleh orangtua.

       Di dalam kondisi dan keadaan jaman seperti ini kita memang banyak perubahan yang cukup jauh dari kebiasaan-kebiasaan di jaman sebelumnya. Disadari ataupun tanpa disadari banyak tradisi baik yang seharusnya dipertahankan dan dilakukan improvisasi kini menyusut bahkan hilang sama sekali.


      Hal ini disebabkan banyak factor internal maupun eksternal yang memicu. Guru saya di Pondok sering berkata bahwasanya kita sudah mulai hidup di jaman jahiliyah kembali. Beliau berkata seperti itu sebagai bentuk peringatan bahwasanya kita jangan gegabah dengan jaman yang sedang dilalui.

Banyak sekali tanda-tanda yang begitu terlihat saat ini sehingga kita menyimpulkan seperti itu. Diantaranya, kita selaku umat muslim merasa bahwa dosa yang sering dilakukan atau sering terlihat menghukuminya sebagai hal yang ’wajar’ karena merasa hal itu sudah menjadi trend. Padahal sebenarnya kita tahu bahwa Al-Qur’an dan haditslah yang menjadi pedoman dan pegangan hidup. Namun seringkali kita lupa atau pura-pura lupa mungkin dengan petunjuk yang sudah sejak dulu Allah berikan. Dan masih banyak lagi hal lain yang perlu kita renungi bersama.

Isra’ Mi’raj merupakan hadiah yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW.  Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Kedua kata inilah memiliki arti yang berbeda namun saling berkesinambungan.

Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam  Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih. Karena pada saat itu Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan memperlihatkan sisi Syurga dan Neraka berikut ciptaan-Nya yang sedang merasakan kenikmatan syurga dan siksaan neraka.

Ada beberapa point penting yang harus kita petik dari kejadian dan mukjijat ini:

 1.  Tauhid
Hanya Allah SWT lah yang mampu memberjalankan Rasul-Nya hingga ke Sidratul Muntaha, Dia berkuasa atas apa yang dikehendaki, segala petunjuk dia perlihatkan dengan jelas dan tidak ada keraguan. Allah mampu menciptakan Surga dengan keindahannya dan Neraka dengan siksaannya. Allah menjanjikan tempat persinggahan terakhir  yang pasti akan dialami dan terjadi pada siapa saja makhluk-Nya yang beriman dan tidak. Sungguh luar biasa, tiada yang mampu menciptakan ini semua kecuali Allah Yang Maha Esa. Sebenarnya dengan kejadian inilah kita wajib mengimani tiada keraguan bahwasanya Allah telah memperlihatkan petunjuk sebagai peringatan kepada kita selaku ciptaan-Nya.

 2. Ma’rifat
Masih berkaitan dengan point pertama, setelah kita mengetahui dan meyakini seharusnya kita juga mengenal Allah SWT lebih jauh lagi. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti ajaran-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan mengerjakan apa yang diperintahkan. Lalu, bagaimanakah jalan kita agar senantiasa mengenal Allah? Yaitu dengan membaca Al-Qur’an serta hadits dan memahaminya. Karena dengan begitu kita tidak hanya disebut sebagai orang yang ‘Taqlid’. Karena kita masih bisa mengupayakan untuk mencari dan terus mencari serta menggali ilmu agama yang menjadi jembatan untuk mengenal Allah.

 3. Fiqih
Telah kita ketahui bersama bahwasanya Allah SWT menggangkat Rasul ke Sidratul Muntahaa, Allah juga memberikan wahyu yaitu perintah Shalat 5 waktu. Dengan begitu wahyu telah sampailah kepada kita dan wajib kita laksanakan. Dengan kewajiban Shalat inilah Allah juga memberikan aturan berupa syarat dan rukun Shalat. Dengan syarat dan rukun yang terpenuhi, maka sahlah shalatnya. Dan ketika ada sebagian syarat dan rukun yang tertinggal maka bisa saja shalatnya tidak sah. Dengan demikian, kita punya cara bagaimana mengabdikan diri kepada Allah, agar pengabdian kita diterima secara keseluruhan.

 4.Tasawuf
Seperti pada penggalan ayat Al-Qur’an: “Innashshalaata tanhaa ‘anil fahsyaai wal munkar”. Sesungguhnya Shalat akan mencegah diri kita untuk berbuat keji dan kemungkaran. Lalu shalat yang bagaimana? “Alladziina hum fii Shalaatihim Khoosyi’uun” Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. 


Shalat yang khusyuk memang terasa sulit bagi kita yang masih awam dan banyak melakukan kemaksiatan. Tapi sebenarnya belajar dan melatih kekhusyukan bisa dilakukan ketika kita shalat dari waktu ke waktu. Sering bermuhasabah diri dan menyesal atas segala apa yang kita perbuat. 


Karena seringkali hati yang kotor tidak mendatangkan kekhusyukan dalam shalat. Kebanyakan orang shalat hanya sebatas menunaikan kewajiban saja, tanpa menghayati dan menikmati apa yng dikerjakan dan dilafadzkan pada waktu shalat.

Yang teringat hanya bayang-bayang duniawi yang terus mengisi pikiran, urusan ukhrowi seringkali kita melupakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen shalat tidak hanya sebatas syarat dan rukun, tetapi juga rasa menghadirkan Allah dihadapan kita. Sehingga tumbuh perasaan takut kepada-Nya.

Arti tasawuf itu sendiri adalah membersihkan hati dan anggota-anggota lahir daripada dosa-dosa, kesalahan dan kekhilafan.
  • Bersih di dalam: Maksudnya membersihkan hati daripada riyak, ujub, pendendam dan lain-lain mazmumah, lebih-lebih lagi daripada syirik.
  • Bersih di luar: Maksudnya bersih daripada membuat yang haram, berpakaian yang haram, bercakap yang haram, menjaga mata, telinga daripada melihat dan mendengar yang haram serta lain-lain.
Dengan keempat point tersebut saya kira cukup mewakili kandungan dan arti dari Mukjijat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW pada Isra’ Mi’raj yang dilaluinya. Selebihnya saya mohon maaf atas kekurangan dan kesalahannya.

Kemudian selanjutnya saya mulai berbicara mengenai ‘Implementasi Isra’ Mi’raj dalam Lingkup Akademisi’. Cukup membuat saya sulit juga untuk berpikir kesana, namun saya mencoba untuk mengungkapkan dan mengutarakan apa yang ada di benak saya ini.
Implementasi merupakan penerapan, pelaksanaan, atau mungkin lebih ke aplikasi dari Isra’ mi’raj itu sendiri. 


Setelah tadi saya merumuskan keempat point dari kandungan yang tersirat dari Isra’ Mi’raj, saya kira keempat point tersebut harus masuk dan mencakup ke dalam bahasan ini. Kalau dalam lingkup akademisi sendiri mungkin lebih mengacu pada tatanan, kebiasaan, dan hal-hal yang terkait dengan bidang akademik dan  lebih cenderung kepada para mahasiswa sebagai subjeknya.

Dari kata mahasiswa itu sendiri tentunya kita mengetahui bahwa sebenarnya kita dianggap sebagai orang yang maha tahu, maha bisa, maha cerdas, dan lain sebagainya. 


Dengan pemikiran dan jalan yang dilalui oleh segenap mahasiswa mampu mewujudkan jembatan sekaligus penyokong berdirinya bangsa, agama, dan negara. 


Disini kita tidak memisahkan antara peran pentingnya agama dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa. Keduanya saling berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. 


Patutnya kita mempunyai visi:  “Membangun insan paripurna yang berakhlak mahmudah dan berwawasan ilmiah serta memiliki daya saing dalam menghadapi era globalisasi, dengan ilmu amaliyah dan amal ilmiah”.

Dengan begitu kita mempunyai rancangan dan penjabaran untuk mengimplementasikannya. Pertama, kita dituntut untuk memiliki akhlak yang mahmudah. Seperti dalam haditsnya Rasul dikatakan: “Innamaa bu’itstu liutammima makaarimal akhlaaq”.


 Mahasiswa tidak sebatas maha tahu dan maha cerdas, tetapi juga berikut maha memiliki akhlaq yang baik. Dengan akhlaq yang baik maka dengan mudahnya kita mendapatkan kepercayaan untuk ikut bergelut di era globalisasi ini. 


Terkadang masyarakat tidak percaya dengan apa yang mereka lihat selintas dari luar yang menceminkan akhlak seseorang. Meskipun kemampuan dan kecerdasan yang dimiliki lebih bisa meyakini, tetapi pandangan masyarakat akan berbeda sesuai dengan sudut pandang mereka. 


Apalagi di jaman yang serba hati-hati dan waspada ini, banyak para pemuda-pemudi yang memperlihatkan kebobrokan moralnya. Masyarakat tentu sangat meragukan kemampuannya sebagai generasi penerus bangsa yang dapat menyokong negara. Agar tidak berkelanjutannya kebiasaan buruk dikalangan pemuda, maka dari itu diperlukan adanya penanggulangan yang bertahap. Dimulai dari hal terkecil, diri sendiri dan sekarang.

Walau sebenarnya kita tidak berada pada Negara Islam yang memiliki hukum Islam, namun apa salahnya kita membatasi diri untuk tetap berada pada koridor agama. 


Seringkali kita menyalahkan pemerintah dan mengkritisi mereka dengan kasar tanpa mengetahui sebab yang jelas. Memang, pemerintahlah yang memimpin Negara dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala sesuatu yang terjadi.

Pemerintah bukan tidak tahu keadaan masyarakat saat ini seperti apa dan bagaimana. Tapi entahlah mungkin karena kesibukan, kemalasan, ketidak pedulian, atau tidak merasa bertanggung jawab sehingga Negara menjadi terbengkalai seperti ini. Kita juga tidak mengetahui seberapa besar upaya yang dilakukan pemerintah. Meskipun kita tahu kesejahteraan masyarakat ada di tangan pemimpin.

Tapi pada kenyataannya kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja, sudah waktunya tanggung jawab datang kepada kita sebagai generasi penerus bangsa. Bagaimana caranya membangun Negara yang ideal, aman, sentosa, dan sejahtera.


 Dengan mengikuti organisasi di kampus misalnya atau di lembaga lainnya kita bisa lebih punya tenaga dan dengan mudah menyampaikan aspirasi atas nama mahasiswa. 


Dengan organisasi bukan berarti kewajiban utama hilang sebagai pelajar, tetap yang harus diutamakan adalah akademik dan organisasi adalah tempat menyalurkan kemampuan utuk berkontribusi nyata. Apa yang telah didapatkan di bangku perkuliahan, baiknya kita mengajak teman-teman dari berbagai disiplin ilmu untuk berdiskusi dan memberikan pandangan terhadap isu apa yang tengah diperbincangkan lalu mencari solusi bersama.

Setelah itu kita mengimprovisasi hal layak yang telah disetujui dan mengangkatnya ke forum. Namun, sepertinya yang saya utarakan masih terlalu umum dan ngambang. 
Ringkasnya begini, kita membentuk sebuah kelompok studi dari berbagai disiplin ilmu. Tapi, disarankan tidak banyak anggota dalam 1 kelompok. Karena hal itu akan membuat tidak efisien dan hanya beberapa orang saja yang aktif, justru dengan banyak kelompok kita akan semakin banyak suara dan hasil yang didapatkan.


 Tentunya harus ada yang memimpin diskusi dan sebelumnya ada pembekalan yang diberikan oleh orang akademisi yang handal serta berkepribadian islami. Forum ini bentuknya islami dan ilmiah, sehingga bisa secara bersamaan kita mendapatkan keduanya.
 Religious berarti kita punya batasan yang mengacu pada aturan agama, misalnya dalam penelitian A kita tidak boleh menggunakan bahan formalin yang dapat mengakibatkan kerugian, dan lain sebagainya.

Kembali pada visi kita tadi di atas, “…berwawasan ilmiah serta memiliki daya saing dalam menghadapi era globalisasi”. Penjabarannya, kita dituntut untuk lebih bisa update mengenali ilmu yang sedang berkembang saat ini. Mau itu di bidang politik, sains, dan sebagainya. Karena tadi, mahasiswa itu dianggap maha tahu. 


Masyarakat tidak akan melihat dari jurusan apa kita lulus, tapi umumnya mereka menilai sejauh mana kita paham dan ingin berkontribusi. Masih pada kelompok studi tadi, sebagai umat muslim patutnya mengetahui keaadaan anak muda saat ini.


 Di kota-kota besar khususnya sudah terlihat jarang sekali diadakan pengajian untuk semua kalangan, mau itu anak-anak, pemuda-pemudi, ibu-ibu ataupun bapak-bapak. Tradisi ini mulai menyusut dan bahkan di kampung-kampung kecil pun sudah makin jarang.


 Mengapa ini bisa terjadi? Saya kira banyak pemicu yang menyebabkan kendornya budaya mengaji. Bisa saja karena makin berkurangnya para tokoh masyarakat  artinya SDM yang kurang baik, mungkin saja semua orang lebih memilih menjadi professor ketimbang menjadi guru ngaji yang gajinya cap ”hatur nuwun”, mungkin juga guru ngaji banyak tapi yang mau mengaji lebih memilih untuk jalan-jalan dan menghabiskan waktu di mall ketimbang mengaji, dan mungkin banyak kemungkinan lainnya yang bisa terjadi. 


Dengan keadaan seperti ini, kita mempunyai celah untuk masuk dan berperan sebagai pengajar, minimal mengajarkan anak-anak kecil shalat dan membaca Al-Qur’an. Bisa di TPA, MDA, atau lembaga lainnya sekitar kampus dengan persetujuan pengurus lembaga. Namun tidak setiap pekan kita terus yang mengajar, tapi kita coba membagi jadwal pengajar dengan teman kelompok secara random.

Yang sering saya dengar di isu masyarakat setempat, jika semua orang lebih memilih untuk kuliah dan menyibukkan diri di tempat kerjanya, lalu siapa yang akan menjadi penerus para Kyai?. 


Tapi kalimat tersebut seakan memisahkan hak dan kewajiban antara orang yang lebih memilih kuliah dan mengaji. Sepertinya tidak fair jika kita mengartikannya seperti itu. 


Meskipun kita mahasiswa dan akan lulus mendapatkan gelar sarjana, tapi bukan berarti telah gugur kewajiban kita sebagai pengajar agama. Justru dengan gelar sarjana itulah yang nanti akan menjadi perhatian keluarga dan masyarakat, mereka menunggu apa sih yang akan kita berikan. 


Apalagi di era globalisasi ini, persaingan semakin ketat, orang-orang berebut mendapatkan kursi PNS, perawat, dokter, dan sebagainya. Lalu, yang akan memperebutkan kursi guru siapa? Mengapa kita tidak berusaha untuk berpikir inovatif dan kreatif saja, boleh saja orang lain memperebutkan itu semua. Lah kita? Harusnya berbeda dong, kita bangun lembaga pendidikan karakter untuk anak-anak kecil secara bertahap, terapkan dan kembangkan ilmu yang telah kita dapatkan di dunia perkuliahan, manfaatkan semaksimal mungkin. 


Tidak usah muluk-muluk, pertama kita ajarkan mengaji kepada angota keluarga, ajarkan mereka shalat. Ketika oranglain tahu bahwa kita mempunyai kemampuan seperti itu, kepercayaan masyarakat akan semakin tumbuh, pintu rejeki akan terbuka lebar. Insya allah…

Lalu, peran kita sebagai akademisi mana? “….dengan ilmu amaliyah dan amal ilmiah”. Ilmu, pengetahuan, dan wawasan yang kita dapatkan di dunia kuliah menjadi modal kita dalam bidang apapun, pengusaha, pendidik, pengajar, peneliti, dan sebagainya. 


Semuanya bisa berkolaborasi menjadi satu dengan banyak unsur. Ilmu yang didapatkan diamalkan sekemampuan kita, dan amal yang kita lakukan patutnya sesuai dengan batasan agama yang menjadi pedoman kita.


 “Jangan pernah merasa rugi dengan kebaikan yang kita berikan untuk oranglain, justru dengan banyak menolong akan banyak pertolongan yang datang”.


 Alhamdulillaahirobbil ‘Aalamiin…






Kamis, 14 Juni 2012

Bawalah Pergi Cintaku by Afghan



<p>Sumpah tak ada lagi<br />
Kesempatan untuk ku<br />
Bisa <a title="bersamamu" href="http://lirikbaru.com/lirik-lagu-vierra-bersamamu.htm">bersamamu</a><br />
Kini ku tau<br />
Bagaimana cara ku<br />
Untuk dapat trus denganmu</p>
<p>Reff:<br />
Bawalah pergi cintaku<br />
Pada ke mana pun kau mau<br />
Jadikan temanmu<br />
Temanmu paling kau <a title="cinta" href="http://lirikbaru.com/lirik-lagu-bram-makna-cinta.htm">cinta</a><br />
Di sini ku pun begitu<br />
Trus cintaimu di hidupku<br />
Di dalam hatiku<br />
Sampai waktu yang pertemukan<br />
Kita nanti</p>
<p>Back to *, Reff</p>
<p>Back to Reff</p>
<br/>
<a href="http://lirikbaru.com/lirik-lagu-afgan-syah-reza-bawalah-cintaku.htm">Lirik Lagu Afgan Syah Reza – Bawalah Cintaku</a> dipersembahkan oleh <a href="http://lirikbaru.com">Lirik Lagu Indonesia Terbaru</a>

Rabu, 30 Mei 2012

You Are not alone


Setiap masalah yang kita hadapi sebenarnya hanyalah sebuah petunjuk yang sangat berharga, bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri kita, bahwa kita tidak berada pada orbit atau jalur yang sebenarnya.

Masalah sebenarnya adalah sebuah bentuk kasih sayang Allah, sebuah cara Allah menyadarkan kita untuk berubah, sebuah cara Allah untuk berbisik dan berkomunikasi pada kita.

Sebuah bencana bukanlah karena Allah sedang marah, tetapi karena kasih sayang-Nya yang tak terhingga.

Oleh karena itu, marilah kita berdoa:
"Ya Allah, berikan kami kemampuan untuk membaca tanda-tanda yang Engkau berikan."

Allah Selalu Memberi Tanda dalam "You Are Not Alone"

Arvan Pradiansyah, 2010